Jumat, 25 Maret 2011

Politik


BAB I
PENDAHULUAN

Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.[1] Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
  • politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
  • politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
  • politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
  • politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.


Teori politik merupakan kajian mengenai konsep penentuan tujuan politik, bagaimana mencapai tujuan tersebut serta segala konsekuensinya. Bahasan dalam Teori Politik antara lain adalah filsafat politik, konsep tentang sistem politik, negara, masyarakat, kedaulatan, kekuasaan, legitimasi, lembaga negara, perubahan sosial, pembangunan politik, perbandingan politik, dsb.
Terdapat banyak sekali sistem politik yang dikembangkan oleh negara negara di dunia antara lain: anarkisme,autoritarian, demokrasi, diktatorisme, fasisme, federalisme, feminisme, fundamentalisme keagamaan, globalisme, imperialisme, kapitalisme, komunisme, liberalisme, libertarianisme, marxisme, meritokrasi, monarki, nasionalisme, rasisme, sosialisme, theokrasi, totaliterisme, oligarki dsb.





BAB II
LATAR BELAKANG MASALAH

Awal tahun 2009, sangat boleh jadi kita masih berhadapan dengan sejumlah masalah di luar dan di dalam parlemen. Sekurang-kurangnya 2,4 juta petani tidak bisa mengakses pupuk bersubsidi. Bersama itu Kepala Badan Pusat Statistik DKI Jakarta Djamal yang menyebutkan ada 580.510 pengangguran terbuka dan dalam setahun terakhir 20.380 orang yang semula bekerja di sektor industri, konstruksi, serta listrik, air, dan gas kehilangan pekerjaan.
Belum lagi datang dari faktor alam di mana banjir akibat luapan sungai Mahakam, Sebulu, Kab Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur maupun gempa 7,6 SR yang mengguncang Manokwari dan Sorong, Papua.
Tentulah semua itu membuat kita prihatin, dan tak prihatin pula masalah di parlemen. Khusus di sini disoroti secara tajam masalah politik parlemen kita, yang mana masalah di parlemen demikian tampak mengerikan.
Sebanyak 550 anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2004-2009 akan berakhir pada tahun ini, sebetulnya menghadapi situasi di mana banyak anggota Dewan yang memilih meninggalkan tugas-tugas kedewanan dan lebih berkonsentrasi pada pencalonan dirinya kembali di pemilu, merupakan hal yang sangat tidak dibenarkan.
Karena dampaknya, sekurang-kurangnya, Rapat panitia kerja Rancangan Undang-Undang Komisi Yudisial ataupun RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi bahkan harus dibatalkan berkali-kali karena gagal kuorum.
Tampaklah di sini politik menjadi "barang mainan". Sebetulnya politik bagi kita adalah hal yang lazim; karena sistem demokrasi juga mengajarkan bagaimana politik tak menafikan begitu saja meraih kekuasaan; sepanjang masih dalam koridor-koridor etika berdemokrasi dan berkonstitusi.
Akan tetapi kemudian soalnya menjadi lain tatkala kita juga masih jumpai di sejumlah tataran implementasi: ada kecenderungan partai politik (dan ataupun sebagian para politisi) justru mengejar kekuasaan sesaat. Konesekuensinya: acap membuat mereka lupa pada tujuan etis politik, yaitu membangun kesejahteraan bersama. Maka meskipun telah terjadi transisi sistem kekuasaan, ternyata tidak banyak perubahan dalam proses berdemokrasi.
Sangat kita sayangkan bahwa pada akhirnya kita kerap dihadapkan oleh kenyataan: banyak anggota Dewan cenderung memikirkan karier politiknya, sementara rakyat ditinggalkan. Rakyat yang merupakan konstituen partai hanya ditempatkan sebagai pembenar atas kerja politik mereka maupun partai.
Dari permainan politik yang demikian, kita yakin, bakal sulit masyarakat diyakini bahwa partai politik juga semacam saluran perubahan menuju keadaan kemasyaratan yang lebih baik lagi. Padahal, kita tahu, partai politik juga pada dirinya mempunyai fungsi kelembagaan kemasyarakatan; namun ketika ia bergeser dari fungsi ini, maka ia sulit menjadi titik tolak, sehingga partai politik bukan lagi cultural focus masyarakat.
Di sini, kemudian, secara tak langsung, partai politik pun ikut “mengarahkan” lembaga-lembaga kemasyarakatan merupakan suatu sistem yang terintegrasi membangun bangsa. Jadi, pada masyarakat yang sedang mengalami perubahan pun, terutama sekali, partai politik tidak ketinggalan.
Tentu, kita berharap, janganlah melulu fungsi suatu organisasi sosial politik ditentukan begitu. Kesepakatan sistem bermain politik, dari itu, jangan dilanggar. Apabila ini benar, maka aturan-aturan yang disepakati dan cara-cara penegakannya bukan lagi merupakan masalah politik.




BAB III
PENANGANAN MASALAH

Gubernur Jatim Soekarwo mengatakan, diperlukan pendekatan partisipastif dan desentralisasi antarsektoral untuk menciptakan penyelesaian masalah politik yang damai.
“Pendekatan partisipastif dan desentralisasi saat ini sangat perlu dalam menyelesaikan masalah baik itu politik, ekonomi, hingga bidang Hukum, sehingga dengan pendekatan tersebut semua permasahan dapat diselesaikan dengan baik,” kata Gubernur Soekarwo saat seminar dan Desiminasi hasil FGD nasional 2011 di Universitas Ubaya Surabaya, Sabtu (19/3).
Seokarwo mengatakan, masalah fundamental dan straregis di bidang politik yang merundung bangsa bukanlah tanpa solusi, namun yang harus dipahami adalah jalan keluar dari masalah – masalah tersebut harus sistematis. “Partai politik dan organisasi masyarakat sipil merupakan institusi non Negara yang berfungsi untuk menjembatani hubungan antar Negara dan masyarakat agar semua wujud partai politik dapat tercapai dengan baik,” ujarnya.
Menurut Gubernur, dalam mengatasi permasalahan politik perlu mendisiplinkan program agar tidak semata populis dan berjangka pendek tetapi berjangka panjang. Selain itu, menentukan pilihan arah strategi pembangunan ekonomi yang selaras antara kepentingan nasional dengan keharusan global, serta ketiga yaitu memperbaiki partai politik dan perilaku aktor – aktor politik.
Ia menambahkan demontrasi dan protes masyarakat menunjukkan pada persoalan dalam saluran–saluran aspirasi masyarakat. Untuk itu ke depan pemerintah daerah harus lebih aktif mengedepankan partisipasi publik dalam perumusan kebijakan di daerah, karena demokrasi partisipastif bukan selamanya milik rakyat.
Sementara itu Ketua DPD Golkar Jawa Timur Martono mengatakan, demokrasi partisipastif dan desentralisasi yang direncanakan oleh Gubernur sangat bagus. “Saya sangat setuju dengan demokrasi partisipastif dan desentraliasi yang di terapkan, karena semua elemen baik dari masyarakat dan partai politik diajak kumpul bareng dalam menyelesaikan masalah, tetapi Gubernur juga harus mematuhi rambu atau peraturan yang berlaku di partai politik,” tuturnya.
Martono berharap kepada semua partai politik harus memiliki pilar demokrasi yang kuat, karena apabila dengan menerapkan pilar demokrasi  dalam partai politik akan menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap partai tersebut.
“Dengan pilar demokrasi yang kuat tidak akan ada lagi kasus korupsi di dalam partai politik, dan masyarakat dapat mengontrol partai politik yang bertindak berlebihan atau tidak sesuai jalurnya,” katanya.

Referensi :






Tidak ada komentar:

Posting Komentar