Bab 11
ETIKA PASAR BEBAS
Saat ini, hampir
di setiap swalayan khususnya yang berada di DKI Jakarta dan sekitarnya telah
dibanjiri produk buah impor dari Cina. Buah-buahan yang paling banyak impor
dari Cina adalah seperti buah pir dan jeruk. Mungkin dari berbagai varietas
kedua buah itu ada di Indonesia. Mungkin Anda sering menjumpai di
swalayan-swalayan seperti buah jeruk shantang, jeruk lokam, jeruk ponkam, jeruk
mandarin dan jenis buah pir ada yang pear
sweet, pear ya lie, dan mungkin masih ada jenis varietas jeruk dan pir yang
lain.
Buah-buahan China memang
memiliki banyak keunggulan, seperti harga yang lebih rendah dan ketersediaan
pasokan yang melimpah. Jeruk mandarin dari China, misalnya, bisa dijual ke
konsumen dengan harga Rp 17.000 per kilogram. Bandingkan dengan jeruk medan
atau jeruk pontianak yang dijual lebih mahal, yaitu Rp 20.000 per kilogram.
Para konsumen yang
memiliki orientas harga, otomatis memilih jeruk impor. Akan tetapi bagi para
konsumen yang memiliki orientas kualitas, akan tetap memilih jeruk produk lokal.
Anda dapat membuktikannya kualitas kedua jeruk tersebut. Jeruk medan/lokal
memiliki kadar air jeruk yang lebih banyak, alami dan sangat segar rasa
jeruknya, tetapi kulitnya tidak menarik karena memiliki bintik-bintik hitam di
kulit luarnya. Dan juga produksi buah-buahan Indonesia di beberapa daerah
sering tidak memuaskan akibat cuaca buruk. Indonesia juga tidak memiliki
kawasan khusus yang dijadikan lumbung produksi buah. Akibatnya, setiap tahun
produksi buah-buahan lokal terus berfluktuasi sepanjang tahun.
Sedangkan buah impor,
seperti jeruk ketersediaan pasokannya sangat melimpah. Karena China sudah
memiliki kawasan produksi buah-buahan dan sayuran yang memadai, baik dari sisi
luas maupun teknologi penanamannya. Efeknya, mereka bisa memproduksi
buah-buahan dan sayuran terus-menerus sepanjang tahun tanpa harus terhambat
masalah cuaca. Meski begitu
sebagai konsumen, kita harus teliti sebelum membeli. Karena Kepala Pusat Karantina Tumbuhan Badan Karantina Kementerian Pertanian,
Arifin Tasrif pernah mengeluarkan pernyataan mengejutkan, yaitu “ Buah impor mengandung formalin. Indonesia menjadi keranjang sampah” katanya. Menurut
Arifin, buah impor yang tidak layak konsumsi akibat kandungan bahan kimia
berbahaya membanjiri pasar dalam negeri. Sekitar 800 ribu ton buah yang tidak
laku di negara lain dengan leluasa masuk ke Indonesia melalui jalur resmi
maupun jalur tidak resmi.
Dijelaskan Arifin, bahan kimia
berbahaya seperti formalin dan zat pewarna tersebut sengaja dicampurkan ke
buah. Tujuannya agar buah menjadi lebih awet dan tetap terlihat segar meski
sudah dipanen setengah tahun lalu. Padahal endapan logam dan kandungan bahan
kimia yang dicampurkan pada buah impor tersebut sangat berbahaya bagi yang
mengkonsumsinya. Karena konsumsi dalam jangka panjang, bisa mengakibatkan
berbagai gangguan kesehatan. Seperti kelainan autis pada anak dan perilaku
hiperaktif. Diakui buah yang diawetkan dengan formalin penampilannya memang
jauh lebih menarik. Ini terjadi karena bagian kulitnya terlihat kencang dan
segar meski sudah berbulan-bulan dipanen. Buah yang biasanya diberi formalin
seperti jeruk, anggur, dan apel. Sedangkan zat pewarna biasanya diberikan
terhadap pier, mangga, belimbing, pisang, jeruk, dan semangka. Buah-buah itu
antara lain diimpor China, Thailand, Amerika, New Zealand, dan beberapa negara
lainnya. Arifin
Tasrif menambahkan, mudahnya buah impor masuk ke Indonesia tak terlepas dari
sulitnya pengawasan di lapangan. Dengan pintu impor yang terlalu banyak, baik
yang bersifat legal maupun ilegal, membuat buah impor dengan mudah merangsek
masuk ke pasar dalam negeri.
Seharusnya pemerintah harus
lebih bijak dalam pengadaan impor buah dan juga pemerintah harus bisa melindungi
rakyatnya. Dikarenakan, Indonesia belum memasuki skala ketergantungan pada
buah-buahan impor. Masih banyak buah-buahan lokal yang dapat dinikmati oleh rakyat
Indonesia yang nutrisinya lebih banyak dan alami tanpa campuran bahan pengawet,
karena Indonesia adalah negara agraris.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar