Minggu, 06 Januari 2013

ETIKA PASAR BEBAS


Bab 11
ETIKA PASAR BEBAS


Saat ini, hampir di setiap swalayan khususnya yang berada di DKI Jakarta dan sekitarnya telah dibanjiri produk buah impor dari Cina. Buah-buahan yang paling banyak impor dari Cina adalah seperti buah pir dan jeruk. Mungkin dari berbagai varietas kedua buah itu ada di Indonesia. Mungkin Anda sering menjumpai di swalayan-swalayan seperti buah jeruk shantang, jeruk lokam, jeruk ponkam, jeruk mandarin  dan jenis buah pir ada yang pear sweet, pear ya lie, dan mungkin masih ada jenis varietas jeruk dan pir yang lain.
Buah-buahan China memang memiliki banyak keunggulan, seperti harga yang lebih rendah dan ketersediaan pasokan yang melimpah. Jeruk mandarin dari China, misalnya, bisa dijual ke konsumen dengan harga Rp 17.000 per kilogram. Bandingkan dengan jeruk medan atau jeruk pontianak yang dijual lebih mahal, yaitu Rp 20.000 per kilogram.
Para konsumen yang memiliki orientas harga, otomatis memilih jeruk impor. Akan tetapi bagi para konsumen yang memiliki orientas kualitas, akan tetap memilih jeruk produk lokal. Anda dapat membuktikannya kualitas kedua jeruk tersebut. Jeruk medan/lokal memiliki kadar air jeruk yang lebih banyak, alami dan sangat segar rasa jeruknya, tetapi kulitnya tidak menarik karena memiliki bintik-bintik hitam di kulit luarnya. Dan juga produksi buah-buahan Indonesia di beberapa daerah sering tidak memuaskan akibat cuaca buruk. Indonesia juga tidak memiliki kawasan khusus yang dijadikan lumbung produksi buah. Akibatnya, setiap tahun produksi buah-buahan lokal terus berfluktuasi sepanjang tahun.
Sedangkan buah impor, seperti jeruk ketersediaan pasokannya sangat melimpah. Karena China sudah memiliki kawasan produksi buah-buahan dan sayuran yang memadai, baik dari sisi luas maupun teknologi penanamannya. Efeknya, mereka bisa memproduksi buah-buahan dan sayuran terus-menerus sepanjang tahun tanpa harus terhambat masalah cuaca. Meski begitu sebagai konsumen, kita harus teliti sebelum membeli. Karena Kepala Pusat Karantina Tumbuhan Badan Karantina Kementerian Pertanian, Arifin Tasrif pernah mengeluarkan pernyataan mengejutkan, yaitu “ Buah impor mengandung formalin. Indonesia menjadi keranjang sampah” katanya. Menurut Arifin, buah impor yang tidak layak konsumsi akibat kandungan bahan kimia berbahaya membanjiri pasar dalam negeri. Sekitar 800 ribu ton buah yang tidak laku di negara lain dengan leluasa masuk ke Indonesia melalui jalur resmi maupun jalur tidak resmi.
Dijelaskan Arifin, bahan kimia berbahaya seperti formalin dan zat pewarna tersebut sengaja dicampurkan ke buah. Tujuannya agar buah menjadi lebih awet dan tetap terlihat segar meski sudah dipanen setengah tahun lalu. Padahal endapan logam dan kandungan bahan kimia yang dicampurkan pada buah impor tersebut sangat berbahaya bagi yang mengkonsumsinya. Karena konsumsi dalam jangka panjang, bisa mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan. Seperti kelainan autis pada anak dan perilaku hiperaktif. Diakui buah yang diawetkan dengan formalin penampilannya memang jauh lebih menarik. Ini terjadi karena bagian kulitnya terlihat kencang dan segar meski sudah berbulan-bulan dipanen. Buah yang biasanya diberi formalin seperti jeruk, anggur, dan apel. Sedangkan zat pewarna biasanya diberikan terhadap pier, mangga, belimbing, pisang, jeruk, dan semangka. Buah-buah itu antara lain diimpor China, Thailand, Amerika, New Zealand, dan beberapa negara lainnya. Arifin Tasrif menambahkan, mudahnya buah impor masuk ke Indonesia tak terlepas dari sulitnya pengawasan di lapangan. Dengan pintu impor yang terlalu banyak, baik yang bersifat legal maupun ilegal, membuat buah impor dengan mudah merangsek masuk ke pasar dalam negeri.
Seharusnya pemerintah harus lebih bijak dalam pengadaan impor buah dan juga pemerintah harus bisa melindungi rakyatnya. Dikarenakan, Indonesia belum memasuki skala ketergantungan pada buah-buahan impor. Masih banyak buah-buahan lokal yang dapat dinikmati oleh rakyat Indonesia yang nutrisinya lebih banyak dan alami tanpa campuran bahan pengawet, karena Indonesia adalah negara agraris.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar